Mengembangkan Kreatifitas Anak

Sunday, February 7, 2010




Anak saya yang pertama laki-laki berusia 9 tahun termasuk lamban dan pendiam bila dibandingkan dengan adiknya perempuan yang baru berusia 5 tahun. Ia tidak suka melakukan hal-hal yang baru, termasuk beberapa jenis permainan, alasannya selalu mengatakan "tidak bisa." Dalam kegiatan ekstra-kulikuler di sekolah ia juga tidak berminat sama-sekali. Saya kuatir kreativitasnya tidak berkembang dengan baik. Bagaimana menurut Ibu?

Kreativitas dan potensi anak seharusnya berkembang sejak kecil, dan masa usia pra-sekolah merupakan masa-masa yang paling efektif. Pada usia ini mereka memiliki kreativitas alami yang seringkali muncul dalam keinginan tahu yang besar, mereka sering bertanya, senang meniru dan tertarik menjajaki lingkungannya. Bahkan dalam permainan, anak pra-sekolah sudah dapat mengembangkan imajinasi dan potensi yang ada dalam dirinya.

Pada saat-saat seperti inilah peranan orang-tua sangat besar dalam menyediakan sarana yang cocok, memberikan waktu dan perhatian yang besar bagi anak. Ahli pendidikan Beck (1997) mengatakan, Studies of the backgrounds of talented children and highly accomplished adults often reveal homes rich in reading materials and other stimulating activities and parents who emphasizes intellectual curiosity and are highly accepting their youngster's individual characteristics.

Penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang berbakat dan orang- orang yang berprestasi ternyata menunjukkan bahwa mereka kebanyakan berasal dari keluarga yang kaya dengan bacaan, aktivitas-aktivitas yang merangsang pemikiran, juga orang-tua yang menekankan keingintahuan serta yang menerima keunikan pribadi setiap anak.

Di pihak lain kreativitas orang-tua sering bersangkut-paut dengan pemilihan jenis permainan anak-anak mereka. Memang memilih permainan yang edukatif merupakan tantangan yang tersendiri. Banyak orang-tua yang tidak terlatih, sehingga permainan-permainan edukatif yang mereka pilih justru menghilangkan bagian penting dari jiwa anak yang menikmati, bercanda dan bermain dengan riang gembira. Orang-tua seharusnya waspada bahwa tidak setiap alat permainan yang mahal mempunyai unsur edukatif yang sehat, sesuai dengan keunikan si anak dan fase pertumbuhan jiwanya.

Memang satu pihak orang-tua melihat makin beragamnya jenis permainan yang ditawarkan di toko-toko, tetapi dipihak lain mereka sulit memilih jenis mainan yang dapat membantu perkembangan daya kreatif anak. Jadi,
1. Perlu bagi orang-tua untuk mengenali keunikan pribadi setiap anak. Banyak anak yang tidak menaruh minat pada apa yang orang-tua anggap"sangat menarik." Dalam hal ini orang-tua tidak perlu memaksakan kehendak mereka. Mungkin ada anak-anak yang lebih lambat dalam hal-hal tertentu. Biarkan secara natural selera mereka berkembang sendiri, karena sikap memaksa dari pihak orang-tua seringkali menghambat atau justru memperlambat keinginan si anak untuk belajar dengan memakai sarana-sarana yang baru.

2. Orang-tua juga perlu konsisten dan menciptakan suasana yang kondusif bagi anak untuk belajar. Hal ini sebaiknya dimulai pada usia sedini mungkin, dan secara khusus pada usia 3-5 tahun di mana keinginan tahu (curiosity) anak sedang berkembang dan potensi kreativitas mereka siap untuk dikembangkan. Jangan sampai usia-usia kritis ini terlewatkan begitu saja, karena orang-tua seringkali tidak menyadari betapa pentingnya kehadiran mereka untuk merangsang kreativitas. Akibatnya, mereka baru sadar setelah anak masuk ke sekolah formal atau sekolah dasar dan potensi kreativitas anak yang sudah mulai menurun bahkan mandeg pada tahun-tahun setelah itu.

3. Tidak dapat disangkali bahwa setiap orang-tua mengharapkan anak- anak dapat melakukan yang terbaik dan sukses di kemudian hari.

Namun perlu disadari, seringkali keinginan ini membuat orang-tua melakukan tekanan yang berlebihan terhadap anak. Tekanan untuk membuat anak hebat, bahkan memaksakan kehendak agar anak-anaknya melebihi anak- anak lain, seringkali menjadi kebanggaan semu yang ada dalam batin orang-tua. Sukses orang-tua dianggap identik dengan sukses anak, sehingga banyak orang-tua yang cenderung selalu mencampuri dan mengambil alih tanggung jawab si anak. Dengan demikian orang-tua merebut inisiatif anak dengan menentukan apa yang mereka harus dipelajari, kapan, dan kepada siapa mereka harus belajar. Tanpa sadar mereka sendirilah yang sebenarnya menjadi sumber penghambat perkembangan kreativitas anak.

Patut disayangkan bahwa banyak program untuk anak-anak balita yang berorientasi pada achievement (hasil yang dapat dicapai) namun bukan pada pengembangan imajinasi anak. Kreativitas anak biasanya dikembangkan melalui daya imajinasi baik dalam bentuk permainan ataupun membiarkan pikiran melayang mengikuti apa yang ia bayangkan, seperti yang dikatakan oleh Gross (1991),

Imagination involves play, letting the mind wander and seeing what it comes up on its own. Since imagination is crucial to creativity, it should come as no surprise that creativity is just as playful...

Imajinasi termasuk permainan, membiarkan pikiran melayang dengan bebas membentuk apa saja yang muncul dalam angan-angan mereka. Imajinasi sangat penting untuk pengembangan kreativitas, sehingga tidak mengherankan jikalau kreativitas seharusnya berkembang melalui permainan-permainan yang menyenangkan...

Akhir-akhir ini memang banyak orang-tua seperti anda, yang gelisah melihat anak-anak mereka kurang kreatif. Hal ini seringkali baru disadari setelah kesulitan-kesulitan belajar muncul. Penyebabnya bisa bermacam-macam antara lain,
1. Orang-tua yang terlalu melindungi anak dan ini biasanya terjadi banyak pada anak pertama, sehingga kesempatan bagi dirinya untuk belajar justru berkurang. Mungkin anda tanpa sadar, seringkali memaksa anak menyesuaikan diri dengan imajinasi dan fantasi anda sebagai orang-tua. Misalnya, saja pada saat mengajar anak untuk menggambar gunung dan sawah selalu dengan pola dua gunung, petak- petak sawah dan matahari. Pada saat anak mempunyai imajinasi yang berbeda, keinginan anda untuk menegur dan mengkoreksi sangat besar.

Padahal imajinasi dan fantasi dari dirinya sendirilah yang mendorong si-anak untuk bertindak kreatif. Pada anak kedua anda sudah lebih rileks dan fleksible, sehingga kreativitasnya tumbuh dengan lebih baik. Anak pertama biasanya segan mencoba sesuatu yang asing karena ia merasa kurang mampu dan keberhasilannya tidak dapat ia pastikan. Mungkin juga dulu ia pernah beberapa kali mencoba tetapi kurang berhasil dan mendapatkan celaan, sehingga ia kurang berani beresiko lagi.

2. Setiap anak unik, jangan dibanding-bandingkan. Apabila anda membandingkan dengan adiknya justru menghasilkan perasaan inferior sehingga ia merasa diri bodoh. Seringkali bagi anak-anak semacam ini orang-tua perlu untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk supaya anak berani mencoba sesuatu yang baru. Anda dapat mulai lebih sering bermain dan berusaha untuk mensejajarkan diri dengannya.
Keikutsertaan anda sebagai orang-tua akan dapat menciptakan semangat yang baru, dan ada keinginan untuk berpartisipasi. Setelah hal ini menjadi pola dalam dirinya anda dapat sedikit demi sedikit membiarkan anak mengembangkan kreativitasnya. Keberhasilan yang anda ungkapkan dalam bentuk pujian, dan dorongan seringkali menjadi perangsang untuk anak lebih berprestasi lagi. Doa saya adalah kiranya Tuhan menolong memberikan keberanian dan ketekunan dalam menerapkan prinsip-prinsip kebenaran yang telah anda ketahui.

0 comments

Post a Comment